Dahulu, di lautan luas
sering terjadi perkelahian antara ikan hiu Sura dengan Buaya. Mereka berkelahi
hanya karena berebut mangsa. Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas,
sama-sama cerdik, sama-sama ganas, dan sama-sama rakus. Sudah berkali-kali
mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. Akhimya
mereka mengadakan kesepakatan.
“Aku bosan
terus-menerus berkelahi, Buaya,” kata ikan Sura.
“Aku juga, Sura. Apa
yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?” tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang
sudah memiliki rertcana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Buaya segera
menerangkan.
“Untuk mencegah
perkelahian di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi
dua. Aku berkuasa sepenuhnyadi dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air,
sedangkan kamu berkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan.
Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang
dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!”
“Baik aku setujui
gagasanmu itu!” kata Buaya.
Dengan adanya pembagian
wilayah kekuasaan, maka tidak ada perkelahian lagi antara Sura dan Buaya.
Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.
Tetapi pada suatu hari,
Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memarig tidak
ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini.
Tentu saja Buaya sangat marah melihat Ikan Hiu Sura melanggar janjinya.
“Hai Sura, mengapa kamu
melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani
memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?” tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang tak
merasa bersalah tenang-tenang saja. “Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai
ini berair.
Bukankah aku sudah
bilang bahwa aku adalah penguasa di air? Nah, sungai ini ‘kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah
kekuasaanku,” kata Ikan Hiu Sura.
“Apa? Sungai itu ‘kari
tempatnya di darat, sedangkan daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai
itu adalah daerah kekuasaanku!” Buaya ngotot.
“Tidak bisa. Aku “kan tidak pernah bilang
kalau di air hanya air laut, tetapi juga air sungai,” jawab Ikan Hiu Sura.
“Kau sengaja mencari
gara-gara, Sura?”
“Tidak! Kukira alasanku
cukup kuat dan aku memang di pihak yang benar!” kata Sura.
“Kau sengaja
mengakaliku. Aku tidak sebodoh yang kau kira!” kata Buaya mulai marah.
“Aku tak peduli kau
bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!”
Sura tetap tak mau kalah.
“Kalau begitu kamu
memang bermaksud membohongiku ? Dengan demikian perjanjian kita batal! Siapa
yang memiliki kekuatan yang paling hebat, dialah yang akan menjadi penguasa
tunggal!” kata Buaya.
“Berkelahi lagi, siapa
takuuut!” tantang Sura dengan pongahnya.
Pertarungan sengit
antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru
dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam
waktu sekejap, air di sekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari
luka-luka kedua binatang itu. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa
istirahat sama sekali.
Dalam pertarungan
dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Ikan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah
kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membelok ke kiri. Sementara
ikan Sura juga tergigiut ekornya hingga hampir putus lalu ikan Sura kembali ke
lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan antara Ikan
Hiu yang bernama Sura dengan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena
itu, nama Surabaya
selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peristiwa inilah kemudian
dibuat lambang Kota Madya Surabaya yaitu gambar ikan sura dan buaya.
Namun adajugayang
berpendapat Surabaya
berasal dari Kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat Baya berarti
bahaya, jadi Surabaya
berarti selamat menghadapi bahaya. Bahaya yang dimaksud adalah serangah tentara
Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kertanegara,
karena Kertanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh
tentara Tar-tar. Setelah mengalahkan Jayakatwang orang-orang Tar-Tar merampas
harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden
Wijaya tidak terima diperlakukan sepereti ini. Dengan siasat yang jitu, Raden
Wijaya menyerang tentara Tar-Tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka
menyingkir kembali ke Tiongkok.
Selanjutnya, dari hari
peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota
Surabaya.
Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus bergolak. Tanggal
10 Nopmber 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya
serangan Inggris dan Belanda.
Di jaman sekarang, pertarungan memperebutkan
wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kala musim penghujan tiba kadangkala
banjir menguasai kota Surabaya. Di musim kemarau kadangkala
tenpat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar